Soekarno, presiden pertama Indonesia memiliki pola pikir dan ideologi yang tinggi. Ia terus berusaha mengangkat derajat rakyat Indonesia di mata dunia agar menjadi negara yang disegani. Karenanya, kata-kata yang ia ucapkan dalam pidato-pidatonya mampu mengobarkan semangat rakyat Indonesia.
Namun, saat ini bangsa kita dilanda perpecahan yang muncul karena berbagai alasan. Perbedaan pendapat tersebut akhirnya sering kali menjadi aksi saling hujat dan menuduh yang macam-macam. Untuk itu, mungkin ada baiknya jika kita kembali merenungkan kata-kata bijak Soekarno yang dulu pernah diucapkannya.
1. Perjuangan Sekarang Lebih Sulit dari Zaman Penjajahan
Dalam sebuah pidatonya, ia pernah mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Mungkin saat baru mencapai kemerdekaan, kalimat ini akan sulit dimengerti, bagaimana bisa melawan bangsa sendiri lebih sulit dari melawan penjajah. Bahkan kemungkinan melawan bangsa sendiri juga sepertinya adalah hal yang aneh.
Namun, sejarah membuktikan bahwa hal seperti ini sangat mungkin terjadi. Lewat kata-katanya tersebut seolah ia mengajak bangsa Indonesia untuk waspada dan tetap berjuang bahkan setelah Indonesia sudah merdeka. Karena yang akan kita hadapi selanjutnya adalah saudara sebangsa sendiri.
Lihat saja sekarang ini, perpecahan dan aksi kekerasan begitu biasa terjadi di berbagai daerah. Perbedaan yang dulunya tetap menyatukan kita sebagai bangsa Indonesia yang unik dan beragam, sekarang ini seolah justru menjadi sumbu-sumbu perpecahan yang siap diletupkan oleh para provokator. Apakah kita tetap bisa bersatu jika kita bisa dengan begitu mudah terprovokasi dan ditunggangi oleh mereka yang memiliki kepentingan pribadi? Semoga saja tidak.
2. Merdeka Itu Adalah Jambatan
Ketika bangsa Indonesia masih dijajah, hal yang menjadi tujuan utama adalah melawan para penjajah agar bisa merdeka sepenuhnya. Namun merdeka sejatinya bukanlah tujuan akhir karena setelah merdeka, Indonesia perlu bangkit dan menyembuhkan diri dari luka akibat penjajahan.
Seperti kata bung Karno, “Merdeka hanyalah sebuah jembatan. Walaupun jembatan emas, di seberang jembatan itu jalan pecah dua, satu ke dunia sama rata sama rasa, satu ke dunia sama rata sama tangis!” Yang diharapkan tentunya adalah menciptakan Indonesia yang sejahtera, sama rata dan sama rasa. Namun sayangnya, sepertinya hal tersebut belum tercapai hingga kini setelah 70 tahun bangsa Indonesia merdeka.
Mencapai cita-cita untuk menjadi sejahtera bukanlah perkara mudah. Apalagi jika sosok yang memimpin negara kita adalah mereka yang takut kelaparan sehingga menghalalkan segala cara untuk menimbun harta bagi diri mereka yang takut lapar karena banyak rakyat yang lebih beresiko kelaparan dari pada mereka.
3. Benarkah Kita Adalah Bangsa yang Kurang Percaya Diri?
Mungkin ini adalah akibat dari masa penjajahan yang berjalan bertahun-tahun. Akibatnya, kita sebagai bangsa Indonesia masih saja mengacu pada luar negeri. Kita merasa kalah dibandingkan dengan negara-negara lain. Padahal dari pada repot memikirkan di negara A enak karena ini, negara B hebat karena itu, mengapa kita tidak fokus mengembangkan diri dan saling gotong royong dengan sesama bangsa Indonesia?
Soekarno pernah mempertanyakan hal tersebut, “apakah kelemahan kita adalah kurang percaya diri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri dan kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah rakyat gotong royong.”
Soekarno pernah mencanangkan gerakan Berdikari atau Berdiri di atas Kaki Sendiri. Gerakan ini adalah motivasi untuk melepaskan bangsa Indonesia dari segala ketergantungan bangsa asing. Namun hal ini juga belum benar-benar terlaksana saat ini.
4. Menghujat dan Menghina Umum Dilakukan
“Bangunlah suatu dunia di mana semuanya bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan,” begitulah yang diucapkan Soekarno. Sebuah cita-cita yang mulia dan seharusnya tetap berusaha diwujudkan. Namun ternyata, saat ini kita dengan begitu mudah menghina dan menghujat orang lain yang tidak sependapat dengan kita.
Dengan dalih kritik, seolah-olah berbicara sekenanya dengan kata-kata yang tidak pantas adalah hal yang biasa saja. Kalau orang yang dikritik tersinggung, kemudian kita dengan seenaknya menganggap bahwa orang tersebut tidak bisa menerima kritikan. Kita sepertinya lupa bahwa mengkritik itu juga ada tata caranya. Jika hal seperti ini terus dilakukan, bukankah impian untuk hidup dalam damai dan persaudaraan terasa mustahil? Yang ada hanyalah dua kubu yang saling berteriak dan menganggap pendapatnya paling benar.
5. Meski Kita Makan Tempe, Kita Bukanlah Bangsa Tempe
Soekarno pernah memiliki cita-cita besar dengan gerakan Berdikari. Lewat pidato HUT Proklamasi, Bung Karno mengorbakan semangat tersebut kepada rakyat Indonesia dengan berkata, “kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bistik tapi budak.”
Bagaimana dengan keadaan kita sekarang? Apakah kita sudah berani untuk berdiri sendiri ataukah kita masih ingin mendapat ketenangan dengan bantuan dari negara lain? Tapi di saat yang sama, kita juga mencak-mencak ketika aset negara kita dikuasai oleh negara lain.
Ketika kita mencak-mencak dengan banyaknya merek-merek dan perusahaan asing, tapi di saat yang sama kita juga masih menggunakan produk dari negara lain. Mengapa tidak konsisten dengan apa yang sering kita teriakkan dan membuktikannya dengan tindakan? Atau jangan-jangan sekali mencak-mencaknya kita adalah karena hasil provokasi pihak lain yang ingin memanfaatkan kita?
Ada pekerjaan panjang bagi kita untuk bisa mencapai Indonesia yang damai dan sejahtera. Mungkin yang perlu kita lakukan sekarang adalah mulai dengan berhenti memikirkan diri sendiri dan mulai memikirkan kepentingan orang banyak. Hanya dengan cara itulah kita sebagai bangsa Indonesia bisa mulai maju dan berkembang.
No comments:
Post a Comment